Jumat, 25 Desember 2009

www.badilag.net [PERADILAN BERWIBAWA]
Peradilan Berwibawa
“Tempat yang paling utama dimana hukum dan ketertiban harus ditegakkan ialah di pengadilan itu sendiri”
(Lord Denning)
Masih lekat dalam ingatan kita beberapa tahun yang lalu, A Taufiq, Hakim Pengadilan Agama sidoarjo, tewas bersimbah darah dalam ruang pengadilan tempat dia bersidang, Taufiq tewas setelah ditikam seorang Kolonel Angkatan Laut setelah Kolonel tersebut membunuh istrinya dengan sangkur setelah pembacaan Putusan perkara harta gono gini, seorang Aktivis HAM yang menghadiri persidangan perkara pembunuhan Munir diserang dan dipukul di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Seorang advokat ditodong Pistol oleh seorang aparat yang kebetulan aparat TNI di Pengadilan Negeri Bantul, Oknum TNI tersebut adalah ayah dari gadis yang dilarikan oleh terdakwa yang dibela oleh advokat tersebut pada tahun 2005 silam. beberapa waktu yang lalu kejadian berdarah di sebuah pengadilan kembali terjadi, Stanley Mukuwa tewas terbunuh setelah menghadiri persidangan kasus pembunuhan Didi Pontoh di Pengadilan Negeri jakarta pusat, Kasus pemukulan anggota AKKBB oleh masa pendukung Habib Riziq juga baru terjadi sebelumnya di Pengadilan yang sama, dan pasca penjatuhan vonis terhadap Habib pun masa kembali rusuh di depan Pengadilan halayak pun kembali terperanjat, cerita-cerita diatas merupakan sedikit dari sekian banyak cerita yang terjadi di dunia peradilan kita, dunia peradilan yang sudah terpuruk kembali mendapat sorotan yang serius. apakah dunia peradilan kita begitu rentannya terhadap resiko-resiko kekerasan yang demikian? lalu apakah hal ini terkait dengan wibawa peradilan yang memang sudah terpuruk lebih dahulu?
Ada dua respon yang menanggapi fakta ini, yang pertama menyoroti rendahnya wibawa peradilan yang diakibatkan lemahnya integritas peradilan di Indonesia dari Hakim dan segenap jajarannya terkait dengan buruknya supremasi hukum yang selama ini berjalan, sehingga orang dengan tanpa hormat bisa melakukan berbagai hal negatif di pengadilan bahkan di ruang sidang dan di depan majelis hakim sekalipun, dan yang kedua menitikberatkan pada tidak adanya aturan tegas dan mekanisme yang efektif untuk mencegah segala hal dari perbuatan yang bersifat merongrong, menggerogoti, melecehkan dan mengancam wibawa peradilan dalam menjalankan
www.badilag.net [PERADILAN BERWIBAWA]
fungsinya sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman. Yang pertama merupakan respon tentang moralitas etis dan yang kedua adalah respon teknis praktis tentang bagaimana sebuah fungsi peradilan dijalankan. Permasalahan moralitas etis sudah jelas merupakan prioritas utama dan telah menjadi ulasan masif di berbagai kajian terkait tentang hukum dan peradilan, uraian berikut akan sedikit menjabarkan tentang respon yang kedua.
Contempt of Court
Sebagai sebuah lembaga yang memang didesain sebagai tempat untuk warga negara mencari keadilan, Pengadilan memang tempat orang-orang yang merasa haknya dilanggar mengadu, menggugat dan memohon. Secara filosofis pengadilan merupakan tempat manusia-manusia menyelesaikan segala persoalannya secara beradab. meskipun demikan pada hakikatnya pengadilan adalah sebuah arena pertarungan bagi warga negara untuk memenangkan keadilan yang diklaimnya, dalam sebuah upaya memenangkan pertarungan segala upaya dilakukakan, secara legal tentunya diharapkan tapi siapa yang bisa menjamin mereka tidak melakukan hal-hal yang ilegal. Menyuap, intimidasi, ancaman, caci makian, pelemparan berbagai benda hingga kekerasan verbal terhadap Hakim, aparat pengadilan, jaksa, advokat, terdakwa, saksi dan siapapun yang ada di persidangan secara keseluruhan sangat mungkin terjadi. Ekspresi terdakwa, korban, kuasa hukum, saksi dalam kasus pidana maupun penggugat dan tergugat dalam kasus perdata bahkan pengunjung dalam ruang pengadilan adalah merupakan upaya-upaya yang dilakukan untuk mempengaruhi jalannya persidangan.
Perbuatan, tingkah laku, sikap dan ucapan yang dapat merongrong kewibawaan, martabat dan kehormatan lembaga peradilan yang dapat mengurangi kemandirian kekuasaan kehakiman (independence of judiciary) dapat dikategorikan dan dikualifikasikan sebagai bentuk penghinaan terhadap lembaga peradilan atau dalam istilah yang lebih populer dikenal dengan contempt of court.
Penyerangan terhadap lembaga peradilan secara otomatis merupakan penyerangan terhadap kepentingan umum (human interest) dan hajat hidup berkeadilan orang banyak yang nyata-nyata harus dilindungi oleh negara. Dalam naskah akademis yang dibuat oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI, Secara khusus prilaku atau perbuatan yang dapat dikelompokkan dalam kategori contempt of court adalah pertama, berprilaku tercela dan tidak pantas di Pengadilan (misbehaving in court), kedua, tidak mentaati
www.badilag.net [PERADILAN BERWIBAWA]
perintah-perintah Pangadilan (disobeying court orders) ketiga, Menyerang integritas dan imparsialitas pengadilan (scandalising the court), keempat menghalangi jalannya penyelenggaraan peradilan (obstructing justice) kelima, Penghinaan terhadap pengadilan yang dilakukan secara pemberitaan atau publikasi (subjudice rule). Apabila kita merujuk kepada pengaturan tentang ceontemp of court yang sudah ada, yang masih terpencar di beberapa peraturan seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 211, 216-218, 281, 310 dan 315 sanksi atau ancamannya relatif sangat ringan yaitu hanya dikeluarkan dari ruang persidangan.
Secara mendasar, Pengadilan dan seluruh aparatnya dan siapapun yang terlibat dalam sebuah proses persidangan memang sangat rentan terhadap imbas dari ekspresi-ekspresi para pihak tersebut. cetak biru pembaharuan pengadilan menuju sistem peradilan yang modern memang masih jauh dari harapan.
Oleh karena itu mendesak agar diatur dalam peraturan perundang-undangan yang lebih khusus tentang penghinaan terhadap pengadilan (contempt of court) ini, hal ini bukan untuk menjadi monopoli Hakim untuk bisa sewenang-wenang melainkan sebuah jaminan bagi semua pihak yang terlibat dalam suatu proses peradilan merasa aman, agar pengadilan benar-benar menjadi tempat rakyat bisa mendapatkan keadilan dimana yang lemah tidak berputus asa dan yang kuat tidak bisa semena-mena, sebagaimana diutarakan khalifah Umar Bin Khatab RA dalam sebuah Risalahnya, semoga.
Abdul Halim, SHI.
Cakim PA Kotabaru
www.badilag.net [PERADILAN BERWIBAWA]
Data Diri
Nama : Abdul halim, SHI
TTL : Banjarmasin, 23 September 1983
Alamat Rumah : Jl. Dharma Bhakti II/26 Banjarmasin
HP : 0817 411 2631
E-Mail : halim_borne@yahoo.com
Pendidikan Terakhir : S1 Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (lulus 2005)
Pekerjaan : Calon Hakim MARI angkatan II Peradilan Agama
Instansi : Pengadilan Agama Kotabaru

Tidak ada komentar: